Selasa, 05 Oktober 2010

Pengurangan PBB

Dalam hal apa pengurangan PBB diperbolehkan?
Pasal 19 UU PBB
KMK 362/KMK.04/1999
KEP - 10/PJ.6/1999



1.
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subyek Pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :

-
Objek Pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi;

-
Objek Pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;

-
Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

-
Objek Pajak yang dimiliki/dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;

Kewajiban Mendaftarkan Sendiri Setiap Wajib Pajak / Subjek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Dalam Sistem Self Assessment

Dalam Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) setiap Wajib Pajak  wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak. Dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana telah diperbarui terakhir dengan (sttd) UU No.12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, ini berarti mendaftarkan Obyek Pajak dengan mengisi Surat Pemberitahuan Obyek Pajak (SPOP), untuk kemudian memperoleh Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT PBB). Sistem perpajakan ini disebut self assessment yang berarti setiap Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdekat untuk dicatat sebagai Wajib Pajak.
Kesadaran dan pemahaman setiap Wajib Pajak (dalam UU PBB biasa disebut Subjek Pajak) terhadap kewajiban mendaftarkan sendiri tidaklah sama. Di daerah perkotaan, Objek Pajak yang sudah terdaftar prosentasenya jauh lebih banyak dibandingkan daerah  pedesaan.

Pajak dan Hukum Pajak


A.      Pengertian Pajak dan Hukum Pajak
1.  Pengertian Pajak:
1.        Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yg gunanya adl untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dg tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

2.      Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeeths: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah”.

3.      Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

4.     Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Pajak adalah iuran kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

5.      Menurut Dr. N.J. Feldmann: “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada Penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, tersimpul ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
a.       Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuataan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
b.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.
c.       Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah).
d.      Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
e.      Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

2.  Pengertian Hukum Pajak
1.        Menurut R. Santoso Brotodihardjo, S.H.: “Hukum Pajak/Fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan  yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”.

2.       Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Hukum Pajak ialah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak”.

Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku Lex Specialis derogat Lex Generalis (aturan khusus lebih diutamakan dari aturan umum). Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya, dalam mengajukan keberatan tidak boleh menunda pembayaran pajak. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.

3.  Kedudukan Hukum Pajak
                                                                                                                            Hukum Perdata (BW)
    Hukum Perdata
     (arti luas)
                                                                                                                            Hukum Dagang (WvK)
  HUKUM                                                                    
            Hukum Tata Negara
                                                                                                                            Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Publik
                                                                                                                            Hukum Pajak
                                                                                                                            Hukum Pidana

B.      Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
1.  Hukum Pajak Material
Hukum Pajak Material, ialah Hukum Pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak atau dapat dikatakan pula segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

Undang-undang pajak yang termasuk dalam Hukum Pajak Material ialah :
a.       Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
b.      Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
c.       Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
d.      Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

2.    Hukum Pajak Formal.
Hukum Pajak Formal ialah Hukum Pajak yang memuat peraturan-peraturan mengenai cara-cara Hukum Pajak Material menjadi kenyataan. Hukum ini memuat hal-hal seperti : cara-cara pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP, cara-cara pembukuan, cara-cara pemeriksaan, cara-cara penagihan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, cara-cara penyidikan, macam-macam sanksi, dan lain-lain.

Undang-undang Pajak yang termasuk Hukum Pajak Formal ialah :
a.       UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007.
b.    UU No.19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

C.      Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak di Indonesia berdasarkan UU, tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Dasar pemungutan pajak ditetapkan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945: “Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang“.
Alinea keenam memori penjelasan menyatakan bahwa: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, sebagaimana pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan UU, yaitu dengan persetujuan DPR.”

D.     Asas-asas Pemungutan Pajak
1.        Menurut Adam Smith (1723 – 1790), The Four Maxims of Taxation ( dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations):
a.       Equality: non diskriminasi, adil.
b.      Certainty: pajak yang dibayar seseorang harus certain dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary), kepastian hukum atas subjek, objek, besarnya dan ketentuan waktu pembayarannya.
c.       Convenience: “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it” (dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak).
d.      Economy: hemat, efisien.

2.       Menurut Falsafah Hukum: - berkait dengan maxim pertama:
a.       Teori Asuransi: negara berhak memungut pajak karena negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa dan harta.
b.      Teori Kepentingan: negara berhak memungut pajak karena negara melindungi kepentingan jiwa dan harta benda warganya.
c.       Teori Bakti: berdasar atas paham Organische Staatsleer, karena sifat negara (sebagai kumpulan individu) maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak.
d.      Teori Asas Daya Beli: mengambil daya beli rumah tangga dalam masyarakat ke negara dan menyalurkan kembali ke masyarakat untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya ke arah tertentu.
e.      Teori Gaya Pikul: besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer.

3.       Asas Yuridis:
Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Dasar hukum pemungutan pajak dalam pasal 23 ayat (2) dan memori penjelasannya mempunyai arti yang sangat dalam. In concreto secara umum tidak boleh dilupakan hal-hal sebagai berikut :
1)       Hak-hak fiskus yang telah diberikan oleh pembuat UU harus dijamin dapat terlaksananya dengan lancar, telah diketahui umum bahwa dalam praktek para WP suka mencoba dengan secara legal ataupun tidak, untuk menghindarkan diri dari yang telah ditentukan oleh UU pajak. Keadaan yang semacam ini harus diatasi dengan penyempurnaan peraturan-peraturan dalam UU, lengkap dengan sanksi-sanksinya.
2)      Sebaliknya WP harus mendapat jaminan hukum, agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh fiskus. Segala sesuatu harus diatur dengan terang dan tegas, bukan hanya mengenai kewajiban, melainkan juga hak WP, antara lain: dalam tingkat pertama mengajukan keberatan kepada Kepala KPP dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak bila ditolak keberatan.
3)      Yang tidak kurang pentingnya adalah jaminan terhadap tersimpannya rahasia mengenai diri atau perusahaanWP yang telah dituturkannya kepada instansi pajak, dan tidak disalahgunakan oleh para pejabatnya.

4.      Asas Ekonomis:
Pemungutan pajaknya harus:
1)       diusahakan, supaya jangan menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
2)      diusahakan, supaya jangan mengalangi-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

6.   Asas Finansial:
biaya-biaya untuk mengenakan dan memungut pajak harus sekecil-kecilnya, di bandingkan dengan pendapatannya.

7.   Asas Lainnya:
1)       Asas Domisili (tempat tinggal): negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
2)      Asas Sumber: negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3)      Asas Kebangsaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa asing.

E.      Fungsi Pemungutan Pajak
Fungsi pajak ada dua :
1.        Fungsi Anggaran (Budgetair): fungsi pajak disektor publik, merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat berdasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum negara.
2.       Fungsi mengatur (Regulerend): fungsi pajak yang dipergunakan untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan.

Pajak dan Hukum Pajak


A.      Pengertian Pajak dan Hukum Pajak
1.  Pengertian Pajak:
1.        Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yg gunanya adl untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dg tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

2.      Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeeths: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah”.

3.      Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

NPWP dan Perihal Daluwarsa

Kewajiban WP itu apa sih ?
  • Mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP melalui KPP, KP2KP, e-registration, atau melalui Program Ekstensifikasi WP OP atau melalui Dukungan Pemberi Kerja (file terlampir). Program tsb merupakan pemberian NPWP secara Jabatan, krn berdasarkan data yg dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat utk memperoleh NPWP tetapi tdk memenuhi kewajibannya utk mendaftarkan diri.
  • Membayar pajak
  • Melaporkan pajak yg telah dibayarnya tsb.

Emangnya apa fungsi  NPWP ?
à      FUNGSI UTAMA NPWP :
Ø  Sarana dalam administrasi perpajakan
Ø  Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Ø  Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.

Manfaat konkretnya buat Wajib Pajak apa ?
 Ã¨     Kemudahan pengurusan administrasi, dalam :
1. Pengajuan kredit bank
2. Pembuatan R/K di bank
3. Pengajuan SIUP/TDP

Hak dan Kewajiban Perpajakan

Apakah definisi Pajak itu ?
          Kontribusi wajib kepada Negara
          Terutang oleh Orang Pribadi atau Badan
          Bersifat memaksa
          Berdasarkan Undang-undang
          Tidak memberikan imbalan secara langsung
          Dipergunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya KEMAKMURAN RAKYAT

Apa sih Filosofi pajak itu ? (disarikan dari Dialog Interaktif di RRI 6 Oktober 2009)
è   Masyarakat sering tidak sadar bhw jk mrk menggunakan fasilitas publik, berarti mrk sudah menggunakan haknya dalam penyelenggaraan bernegara di situ. Fasilitas yg paling mendasar adalah kemerdekaan utk hidup di bumi pertiwi Indonesia dan hak mendapat legalitas akan pemilikan harta seseorang. Dan jika hak sudah digunakan, KEWAJIBAN tidak boleh dilupakan, yaitu bayar PAJAK. Keduanya harus beriringan.

Menghitung PPh Orang Pribadi

Salah satu jenis pajak yang di tetapkan dalam Undang-undang (UU) di negara kita yang diperuntukan atau dibebankan kepada setiap orang yang menerima atau memperoleh penghasilan tertentu adalah Pajak Penghasilan (PPh).   
Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Definisi Penghasilan menurut Undang Undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Bagaimana cara melunasi PPh ? 
Pelunasan Pajak Penghasilan dilunasi melalui 2 cara yaitu :
1.     Pemotongan/Pemungutan oleh pihak ditunjuk atau;
2.     Menyetor sendiri.

PPh atas Penghasilan dari Sewa Tanah dan/atau Bangunan

Pengertian

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari Persewaan tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Yang tidak termasuk persewaan tanah dan atau bangunan yang terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final apabila persewaan kamar dan ruang rapat di hotel dan sejenisnya.

Objek dan Tarif

Atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh final sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah

Fiskal Luar Negeri


Pengertian
Fiskal Luar Negeri (FLN) adalah Pajak Penghasilan (PPh) yang wajib dibayar oleh setiap Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar negeri.

Pembayaran dan Pengkreditan FLN

1.   Tarif Fiskal Luar Negeri adalah :
a.   Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan pesawat udara;
b.   Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), untuk setiap kali perjalanan dengan menggunakan kapal laut;
2.   Dilaksanakan dengan menggunakan Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBFLN) di Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri (UPFLN) di bandar udara atau pelabuhan laut keberangkatan ke luar negeri maupun tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak;
3.   Anggota keluarga sedarah semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, TBPFLN diisi dengan nama/ identitas anggota keluarga yang bertolak ke luar negeri, dan NPWP yang dicantumkan adalah NPWP kepala keluarga.

PPh Pasal 26

Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan / dipotong atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Pemotong PPh Pasal 26

·         Badan Pemerintah;
·         Subjek Pajak dalam negeri;
·         Penyelenggara Kegiatan;
·         BUT;
·         Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

PPh atas Bunga Deposito & Tabungan serta Diskonto SBI

Pengertian

-       Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dipotong Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final.
-       Termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

Objek dan Tarif

Atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dikenakan PPh final sebesar:
a.     20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
b.     20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak Luar Negeri.

PPh atas Jasa Konstruksi

Pengertian

1.    Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi;
2.   Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
3.    Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi  atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
4.    Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).

Senin, 04 Oktober 2010

PPh Pasal 23


Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1.    Pemotong PPh Pasal 23:
a.  badan pemerintah;
b.  Subjek Pajak badan dalam negeri;
c.  penyelenggaraan  kegiatan;
d.  bentuk usaha tetap (BUT);
e.  perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
f.   Wajib Pajak Orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.    Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:
        a. WP dalam negeri;
        b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23
1.    15% dari jumlah bruto atas:
a.    deviden, bunga, dan royalti;
b.    hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2.      2% dari jumlah bruto atas  sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
3.    2% dari jumlah bruto  atas Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
4.     2% dari jumlah bruto  atas Imbalan jasa lainnya, yaitu:

PPh Pasal 22

I. Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
1.   Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2.   Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
3.   Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

II. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

1.   Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
2.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3.   BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
4.   Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
5.  Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6.  Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
7.  Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul;
8.   Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap s...