Selasa, 05 Oktober 2010

Pajak dan Hukum Pajak


A.      Pengertian Pajak dan Hukum Pajak
1.  Pengertian Pajak:
1.        Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani: “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yg gunanya adl untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dg tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.

2.      Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeeths: “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terhutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran Pemerintah”.

3.      Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja: “Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum”.

4.     Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Pajak adalah iuran kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

5.      Menurut Dr. N.J. Feldmann: “Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terhutang kepada Penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, tersimpul ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak yaitu :
a.       Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuataan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
b.      Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh Pemerintah.
c.       Pajak dipungut oleh Negara (baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah).
d.      Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran Pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
e.      Pajak dapat pula mempunyai tujuan yang tidak budgeter, yaitu mengatur.

2.  Pengertian Hukum Pajak
1.        Menurut R. Santoso Brotodihardjo, S.H.: “Hukum Pajak/Fiskal adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan  yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkan kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak)”.

2.       Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.: “Hukum Pajak ialah kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak”.

Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku Lex Specialis derogat Lex Generalis (aturan khusus lebih diutamakan dari aturan umum). Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya, dalam mengajukan keberatan tidak boleh menunda pembayaran pajak. Berbeda dengan hukum pidana yang menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaannya dapat ditunda setelah ada keputusan lain.

3.  Kedudukan Hukum Pajak
                                                                                                                            Hukum Perdata (BW)
    Hukum Perdata
     (arti luas)
                                                                                                                            Hukum Dagang (WvK)
  HUKUM                                                                    
            Hukum Tata Negara
                                                                                                                            Hukum Tata Usaha Negara
Hukum Publik
                                                                                                                            Hukum Pajak
                                                                                                                            Hukum Pidana

B.      Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
1.  Hukum Pajak Material
Hukum Pajak Material, ialah Hukum Pajak yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, berapa besarnya pajak atau dapat dikatakan pula segala sesuatu tentang timbulnya, besarnya, dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

Undang-undang pajak yang termasuk dalam Hukum Pajak Material ialah :
a.       Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
b.      Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
c.       Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
d.      Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai.

2.    Hukum Pajak Formal.
Hukum Pajak Formal ialah Hukum Pajak yang memuat peraturan-peraturan mengenai cara-cara Hukum Pajak Material menjadi kenyataan. Hukum ini memuat hal-hal seperti : cara-cara pendaftaran diri untuk memperoleh NPWP, cara-cara pembukuan, cara-cara pemeriksaan, cara-cara penagihan, hak dan kewajiban Wajib Pajak, cara-cara penyidikan, macam-macam sanksi, dan lain-lain.

Undang-undang Pajak yang termasuk Hukum Pajak Formal ialah :
a.       UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007.
b.    UU No.19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

C.      Dasar Hukum Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak di Indonesia berdasarkan UU, tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang. Dasar pemungutan pajak ditetapkan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945: “Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-undang“.
Alinea keenam memori penjelasan menyatakan bahwa: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, sebagaimana pajak dan lain-lainnya, harus ditetapkan dengan UU, yaitu dengan persetujuan DPR.”

D.     Asas-asas Pemungutan Pajak
1.        Menurut Adam Smith (1723 – 1790), The Four Maxims of Taxation ( dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations):
a.       Equality: non diskriminasi, adil.
b.      Certainty: pajak yang dibayar seseorang harus certain dan tidak mengenal kompromi (not arbitrary), kepastian hukum atas subjek, objek, besarnya dan ketentuan waktu pembayarannya.
c.       Convenience: “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is most likely to be convenient for the contributor to pay it” (dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak).
d.      Economy: hemat, efisien.

2.       Menurut Falsafah Hukum: - berkait dengan maxim pertama:
a.       Teori Asuransi: negara berhak memungut pajak karena negara bertugas untuk melindungi orang dan segala kepentingannya, keselamatan dan keamanan jiwa dan harta.
b.      Teori Kepentingan: negara berhak memungut pajak karena negara melindungi kepentingan jiwa dan harta benda warganya.
c.       Teori Bakti: berdasar atas paham Organische Staatsleer, karena sifat negara (sebagai kumpulan individu) maka timbullah hak mutlak untuk memungut pajak.
d.      Teori Asas Daya Beli: mengambil daya beli rumah tangga dalam masyarakat ke negara dan menyalurkan kembali ke masyarakat untuk memelihara hidup masyarakat dan membawanya ke arah tertentu.
e.      Teori Gaya Pikul: besarnya kekuatan seseorang untuk dapat mencapai pemuasan kebutuhan setinggi-tingginya, setelah dikurangi dengan yang mutlak untuk kebutuhannya yang primer.

3.       Asas Yuridis:
Hukum Pajak harus memberi jaminan hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya. Dasar hukum pemungutan pajak dalam pasal 23 ayat (2) dan memori penjelasannya mempunyai arti yang sangat dalam. In concreto secara umum tidak boleh dilupakan hal-hal sebagai berikut :
1)       Hak-hak fiskus yang telah diberikan oleh pembuat UU harus dijamin dapat terlaksananya dengan lancar, telah diketahui umum bahwa dalam praktek para WP suka mencoba dengan secara legal ataupun tidak, untuk menghindarkan diri dari yang telah ditentukan oleh UU pajak. Keadaan yang semacam ini harus diatasi dengan penyempurnaan peraturan-peraturan dalam UU, lengkap dengan sanksi-sanksinya.
2)      Sebaliknya WP harus mendapat jaminan hukum, agar tidak diperlakukan sewenang-wenang oleh fiskus. Segala sesuatu harus diatur dengan terang dan tegas, bukan hanya mengenai kewajiban, melainkan juga hak WP, antara lain: dalam tingkat pertama mengajukan keberatan kepada Kepala KPP dan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak bila ditolak keberatan.
3)      Yang tidak kurang pentingnya adalah jaminan terhadap tersimpannya rahasia mengenai diri atau perusahaanWP yang telah dituturkannya kepada instansi pajak, dan tidak disalahgunakan oleh para pejabatnya.

4.      Asas Ekonomis:
Pemungutan pajaknya harus:
1)       diusahakan, supaya jangan menghambat lancarnya produksi dan perdagangan.
2)      diusahakan, supaya jangan mengalangi-halangi rakyat dalam usahanya menuju kebahagiaan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum.

6.   Asas Finansial:
biaya-biaya untuk mengenakan dan memungut pajak harus sekecil-kecilnya, di bandingkan dengan pendapatannya.

7.   Asas Lainnya:
1)       Asas Domisili (tempat tinggal): negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
2)      Asas Sumber: negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3)      Asas Kebangsaan: Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara, misalnya pajak bangsa asing.

E.      Fungsi Pemungutan Pajak
Fungsi pajak ada dua :
1.        Fungsi Anggaran (Budgetair): fungsi pajak disektor publik, merupakan suatu alat atau sumber untuk memasukkan uang dari masyarakat berdasarkan undang-undang ke Kas Negara, hasilnya untuk membiayai pengeluaran umum negara.
2.       Fungsi mengatur (Regulerend): fungsi pajak yang dipergunakan untuk mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan.

Tidak ada komentar:

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap s...