Kewajiban WP itu apa sih ?
- Mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP melalui KPP, KP2KP, e-registration, atau melalui Program Ekstensifikasi WP OP atau melalui Dukungan Pemberi Kerja (file terlampir). Program tsb merupakan pemberian NPWP secara Jabatan, krn berdasarkan data yg dimiliki DJP ternyata WP memenuhi syarat utk memperoleh NPWP tetapi tdk memenuhi kewajibannya utk mendaftarkan diri.
- Membayar pajak
- Melaporkan pajak yg telah dibayarnya tsb.
Emangnya apa fungsi NPWP ?
à FUNGSI UTAMA NPWP :
Ø Sarana dalam administrasi perpajakan
Ø Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Ø Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
Manfaat konkretnya buat Wajib Pajak apa ?
è Kemudahan pengurusan administrasi, dalam :
1. Pengajuan kredit bank
2. Pembuatan R/K di bank
4. Pembayaran Pajak Final (PPh Final, PPN & BPHTB, dll)
5. Pembuatan paspor
6. Mengikuti lelang di instansi pemerintah, BUMN/D.
è B. Kemudahan pelayanan perpajakan
è C. Kemudahan pengembalian pajak
Ada nggak sanksi yg berhubungan dengan masalah kepemilikan NPWP ?
è Ada. Setiap orang yg dengan sengaja tdk mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP, sehingga merugikan pendapatan negara dipidana penjara paling singkat 6 bulan & paling lama 6 tahun DAN denda paling sedikit 2x pajak terutang tidak/kurang dibayar & paling tinggi 4x.
Kita ke masalah mendaftarkan diri utk memperoleh NPWP. Apakah memiliki NPWP itu suatu keharusan ?
è Harus bagi yg sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif. WP yg sudah memenuhi kedua syarat ini wajib mendaftarkan diri di kantor pajak sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kedudukannya. Singkatnya, kewajiban mendaftarkan diri ini berlaku utk :
• (i) OP karyawan yang penghasilannya dlm setahun melebihi PTKP
• (ii) OP yg melakukan Usaha Bebas
• (iii) wanita menikah yg ingin dikenakan pajak terpisah dari suaminya, dan
• (iv) WP OP Pengusaha Tertentu yg memiliki tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal.
è Contoh untuk PPh yg merupakan pajak subjektif (harus ada dulu ‘siapa’ yg dipajaki), jika WP sudah memenuhi syarat subjektif tetapi objektifnya belum (krn penghasilan setahunnya di bawah PTKP), maka dalam konteks ini dia tidak perlu meminta NPWP.
Apa sih yg dimaksud dengan persyaratan subjektif dan objektif itu ?
è Persyaratan subjektif adalah persyaratan sesuai ketentuan mengenai subjek pajak sesuai UU PPh, yang meliputi OP, Badan, warisan yg belum terbagi sbg satu kesatuan, dan BUT. Subjek pajak terbagi menjadi subjek pajak DN dan LN.
è Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yg :
• Menerima atau memperoleh penghasilan
• Diwajibkan melakukan pemotongan/pemungutan
sesuai UU PPh.
Seandainya ada WP tdk lagi memenuhi entah persyaratan subjektif atau objektif, bisa nggak NPWP-nya dihapus ?
è Bisa. Kalo untuk OP baik krn pertimbangan Dirjen Pajak maupun atas permohonan dari WP/ ahli warisnya. Untuk WP Badan misalnya karena dilikuidasi (usahanya berhenti atau melebur), jika BUT krn usahanya di Indonesia berhenti.
Jadi intinya, kewajiban pajak yg harus dijalankan oleh WP dimulai sejak adanya NPWP ?
è Pemahaman ini perlu diluruskan. Kewajiban pajak sudah muncul sejak terpenuhinya kewajiban subjektif dan objektif, bukan sejak diperolehnya NPWP. Dalam konteks pemberian NPWP secara jabatan (ps.2 ay (4a) UU KUP), munculnya kewajiban pajak ini dibatasi hanya sampai 5 (lima) tahun sebelum diterbitkan NPWP jabatan. Jadi jika ada WP yg memperoleh NPWP di tahun 2010 ini, kewajiban perpajakannya akan diperiksa mundur hingga ke tahun 2005, apakah di tahun tsb sudah terpenuhi syarat subjektif dan objektifnya.
Jadi ada semacam jangka waktu sebelum kadaluwarsa, begitu ?
è Benar. Istilahnya adalah daluwarsa penetapan, yaitu jangka waktu 5 tahun setelah saat terutang pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak (ps.8 UU KUP). Setelah melewati batas ini DJP tidak lagi berwenang melakukan koreksi fiskal, dan tidak bisa menerbitkan SKP (ps.13 ay (1) UU KUP). Jadi, utk WP yg belum menyampaikan SPT tdk bisa diperiksa lagi, dan bagi WP yg sudah menyampaikan SPT, besarnya pajak yg dilaporkan dlm SPT tsb menjadi tetap dengan sendirinya atau menjadi pasti karena hukum (ps.13 ay (4) UU KUP).
Tapi kalo sebelum periode 5 tahun tsb berlalu sudah diterbitkan produk hukum (STP, SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, Putusan PK) yg intinya menyebutkan masih ada kekurangan bayar, terus gimana ?
è Ya berarti daluwarsa penetapan sudah tidak lagi relevan, karena ada penetapan. Yg relevan adalah daluwarsa penagihan atas penetapan tsb. Hal ini diatur dlm ps.22 UU KUP. Jadi terhitung 5 tahun sejak terbitnya produk2 hukum tsb, utang pajak tdk dpt ditagih lagi walaupun belum dilunasi oleh WP.
Berarti WP bisa TIDAK melunasi tagihan pajaknya sembari menunggu kadaluwarsanya penagihan ?
è Ceritanya bisa seperti itu jika tidak ada hal-hal sbb yg menyebabkan periode 5 tahun tsb akan dihitung dari nol lagi :
1. Diterbitkan Surat Paksa
2. Ada pengakuan utang dari WP baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui permohonan angsuran atau penundaan.
3. Diterbitkan SKPKB/T krn WP melakukan tindak pidana pajak.
4. Diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan krn WP melakukan tindak pidana pajak.
Untuk mengantisipasi jangka waktu daluwarsa yang tampaknya bisa memanjang terus itu, berapa lamakah dokumen yg berkaitan harus disimpan ?
è WP harus menyimpan buku, catatan, dokumen termasuk hasil EDP selama 10 tahun, agar apabila DJP akan mengeluarkan SKP, bahan pembukuan atau pencatatan yg diperlukan masih ada (ps.28 ay (11) UU KUP). Kebijakan ini sejalan dengan adanya daluwarsa penyidikan, di mana setelah berlalu periode 10 tahun, tindak pidana di bidang pajak tdk dpt dituntut sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak/ tahun pajak/ bagian tahun pajak ybs.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar