Selasa, 05 Oktober 2010

Menghitung PPh Orang Pribadi

Salah satu jenis pajak yang di tetapkan dalam Undang-undang (UU) di negara kita yang diperuntukan atau dibebankan kepada setiap orang yang menerima atau memperoleh penghasilan tertentu adalah Pajak Penghasilan (PPh).   
Pajak Penghasilan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. Definisi Penghasilan menurut Undang Undang PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Bagaimana cara melunasi PPh ? 
Pelunasan Pajak Penghasilan dilunasi melalui 2 cara yaitu :
1.     Pemotongan/Pemungutan oleh pihak ditunjuk atau;
2.     Menyetor sendiri. 
   
ad. 1. Pemotongan/Pemungutan oleh pihak yang ditunjuk
UU PPh mengatur mengenai pelunasan PPh melalui pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut, misalnya pemotongan atas penghasilan yang diterima orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan atau kegiatan pada pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong (PPh Pasal 21).  Contoh lainnya adalah pemungutan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak yang melakukan penjualan barang ke pihak Pemerintah (PPh Pasal 22).  
ad. 2. Menyetor Sendiri
Sistem Parpajakan kita menganut sistem ”Self Assessment” yaitu Wajib Pajak diberikan kebebasan untuk mendaftar, menghitung dan memperhitungkan serta menyetor pajaknya sendiri.  Menyetor sendiri dilakukan Wajib Pajak setelah menghitung dan memperhitungkan sendiri penghasilan yang diterima selama 1 tahun, jika terdapat PPh yang harus dibayar lagi, maka Wajib Pajak harus menyetor sendiri.

Bagaimana cara menghitung PPh yang melalui pemotongan atau pemungutan?
Ø  Jika Wajib Pajak adalah pegawai tetap dan memperoleh penghasilan (gaji) dari pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong, maka penghitungannya sebagai berikut :
Gaji + Tunjangan sebulan Rp5.000.000, setahun : 12 x Rp5.000.000


Rp60.000.000
Pengurang :

·    Biaya jabatan (5% dari 
    penghasilan bruto sebulan   
    = 5%xRp60.000.000,   
 Maksimal Rp6.000.000  ( sebulan)



Rp3.000.000
·    Iuran pensiun (yang  ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak, misalnya setahun Rp3.000.000)



Rp3.000.000
·    Penghasilan Tidak Kena Pajak* (PTKP) untuk status Wajib pajak sendiri = Rp15.840.000



Rp15.840.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp38.160.000
PPh Pasal 21 terutang setahun yang dipotong dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh oleh pemberi kerja:
5% x Rp38.160.000 = Rp1.908.000

*Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan sebagai berikut :
Keterangan
PTKP
WP tidak Kawin dan tidak memiliki Tanggungan
 Rp 15,840,000
WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 1 Orang
 Rp 17,160,000
WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 2 Orang
 Rp 18,480,000
WP tidak Kawin dan memiliki Tanggungan 3 Orang
 Rp 19,800,000
WP Kawin dan tidak memiliki Tanggungan
 Rp 17,160,000
WP Kawin dan memiliki Tanggungan 1 Orang
 Rp 18,480,000
WP Kawin dan memiliki Tanggungan 2 Orang
 Rp 19,800,000
WP Kawin dan memiliki Tanggungan 3 Orang
 Rp 21,120,000
Ø Jika Wajib Pajak adalah pegawai tidak tetap dan memperoleh penghasilan honor tiap bulan dari pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong, maka penghitungannya sebagai berikut :
Honor sebulan Rp2.000.000,
setahun : 12 x Rp2.000.000


Rp24.000.000
Pengurang :

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk status
Wajib Pajak kawin dan tidak mempunyai 
tanggungan = Rp17.160.000


Rp17.160.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
Rp6.840.000
PPh Pasal 21 terutang setahun yang dipotong
dengan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) 
huruf a UU PPh oleh pemberi kerja:
5% x Rp6.840.000 = Rp342.000

Ø Jika Wajib Pajak adalah pegawai tidak tetap (konsultan, arsitek atau pengacara) memperoleh penghasilan berupa honor dari pemberi kerja yang ditunjuk sebagai pemotong, maka penghitungannya sebagai berikut :
Honor satu paket Rp50.000.000, dan dibayar sekaligus
Rp75.000.000
PPh Pasal 21 terutang yang dipotong dengan
menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh
oleh pemberi kerja:
5% x Rp50.0000.000= Rp   2.500.000
15%x Rp25.000.000 = Rp   3.750.000 +
Jumlah                        Rp6.250.000

Ø Jika Wajib Pajak adalah orang pribadi yang memberikan jasa perantara kepada perusahaan yang ditunjuk sebagai pemotong, maka penghitungannya sebagai berikut :
Fee jasa perantara Rp100.000.000, dan dibayar sekaligus

Rp 100.000.000
PPh Pasal 23 terutang yang dipotong pemberi penghasilan :
2% x Rp100.0000.000= Rp2.000.000


Jika Wajib Pajak adalah orang pribadi yang usahanya menjual barang-barang yang dibutuhkan instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagai pemungut, maka penghitungannya sebagai berikut :
Penjualan Barang Komputer ke Departemen Keuangan senilai Rp200.000.000 (harga tanpa PPN)

Rp 200.000.000
PPh Pasal 22 terutang yang dipungut Bendahara Departemen Keuangan :
1,5% x Rp200.0000.000= Rp3.000.000


Bagaimana cara menghitung PPh yang melalui penyetoran sendiri?
Cara menghitung PPh yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dilakukan melalui :
1.     Pencatatan,atau:
2.     Pembukuan yang diselenggarakan Wajib Pajak.
ad.1. Pencatatan
Pencatatan adalah pengumpulan data secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, temasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Orang pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha atau pekerjaan bebas, dapat menggunakan pencatatan untuk menghitung PPhnya.  Pencatatan yang dilakukannya adalah menghitung peredaran bruto atau penerimaan bruto (omzet) setiap harinya dan dijumlahkan setelah akhir tahun.
Direktur Jenderal Pajak menentukan norma penghitungan penghasilan neto bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menggunakan pencatatan. Orang pribadi yang usahanya bergerak di bidang perdagangan eceran tekstil, perabotan rumah tangga, elektronik, bahan bangunan, mesin-mesin, alat angkutan dan onderdil, ditentukan Direktur Jenderal Pajak normanya sebesar 30% dari omzet khusus usaha yang berada di 8 ibukota propinsi (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Makassar, Manado, Medan, Pelembang dan Pontianak).  Jika jumlah omzet dari usaha dagang tersebut selama 1 tahun sebesar Rp500.000.000, maka PPh yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (statusnya sendiri) adalah
30% x peredaran bruto (omzet) = Penghasilan neto
Penghasilan neto – Penghasilan Tidak Kena Pajak = Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak x Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh
30% x Rp500.000.000                  =     Rp150.000.000
Penghasilan neto :                           Rp150.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak :     Rp  15.840.000  _
Penghasilan Kena Pajak                  Rp144.160.000
PPh yang harus dilunasi :
5% x   Rp50.000.000  = Rp   2.500.000
15% x Rp94.160.000  = Rp 14.124.000 +
                             Rp16.624.000

Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif
s.d Rp 50 juta
5%
Di atas Rp 50 juta s.d Rp 250 juta
15%
Di atas Rp 250 juta s.d Rp 500 juta
25%
Di atas Rp 500 juta
35%

ad.2. Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut.
Orang pribadi yang sumber penghasilannya dari usaha atau pekerjaan bebas, dapat menggunakan pembukuan untuk menghitung PPh-nya.  Cara menghitung besarnya PPh orang pribadi yang menggunakan pembukuan adalah melalui hasil laporan rugi-laba.  Apabila hasilnya laba, maka PPh-nya adalah Penghasilan Kena Pajak dikalikan dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.  Penghasilan Kena Pajak didapat dari laba dikurangi PTKP. 
Dalam laporan rugi-laba strukturnya adalah sebagai berikut :
Penghasilan bruto (omzet) setahun          XXX
Dikurangi :
Harga Pokok (bila berdagang)                (YYY)
Biaya-biaya yang berkaitan
Dengan usaha                                       (ZZZ)
Rugi/Laba                                             AAA
Jika orang pribadi (Kawin dan mempunyai 3 tanggungan) memiliki usaha berdagang dengan omzet setahun Rp1.000.000.000,-harga pokok Rp650.000.000,- dan biaya-biaya yang dikeluarkan (gaji karyawan, operasional kantor, dan lainnya yang berhubungan dengan usaha) Rp200.000.000,-
Omzet                                  Rp 1.000.000.000
Harga Pokok                       ( Rp    650.000.000)
Biaya-biaya                         ( Rp    200.000.000)
Laba/penghasilan neto usaha  Rp   150.000.000
PPh orang pribadi terutang :
(Penghasilan neto – PTKP) X tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a=
Rp150.000.000 - Rp21.120.000 = Rp128.880.000
Rp50.000.000 x 5%   = Rp   2.500.000
Rp78.880.000 x 15% = Rp 11.832.000 +
Total PPh terutang        Rp 14.332.000

Apabila dalam laporan rugi-laba hasilnya rugi, maka orang pribadi tersebut tidak membayar PPh. PPh yang terutang harus disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos, bukan ke Kantor Pelayanan Pajak.

Tidak ada komentar:

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap s...