Kamis, 02 September 2010

Pedagang Eceran

Pengertian :
PE adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara :
  1. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lain.
  2. Menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan dari rumah ke rumah;
  3. Menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut; dan
  4. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis,kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung membawa sendiri BKP yang dibelinya.

Aspek Pajak Penghasilan (PPh) :
Penghitungan PPh untuk PE dapat dihitung dengan dua cara, yaitu :
  1. dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, yaitu untuk pengusaha PE Orang Pribadi yang hanya melakukan pencatatan bukannya pembukuan (Pasal 28 (2) UU KUP) dan peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,- (Pasal 14 UU PPh). Tabel Norma Penghitungan Penghasilan Neto bisa didownload dari blog ini.
  2. dengan menggunakan penghitungan rugi laba dalam pembukuan. (Catatan : khusus bentuk hukum badan usaha hanya boleh menggunakan pembukuan).

Aspek Pajak Pertambahan Nilai :
Dalam UU PPN terbaru yaitu UU 42/2009, istilah Pedagang Eceran tidak akan ditemui di dalamnya. Konteks yang nantinya akan berhubungan dengan istilah itu berada di pasal 3A tentang kewajiban PPN, pasal 9 tentang pengkreditan pajak masukan, dan pasal 13 tentang Faktur Pajak. Secara berturutan akan dibahas sbb. :

a. Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE) terdiri dari:
  • Pedagang Eceran Pengusaha Kecil yang jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya selama 1 (satu) tahun buku tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). PE yang tergolong kategori ini tidak perlu meminta dikukuhkan sebagai PKP.
  • Pedagang Eceran selain kriteria di atas, wajib melaporkan usahanya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan dilampauinya batas nilai peredaran BKP. Batas nilai peredaran bruto yaitu jumlah peredaran BKP telah melebihi Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta) setahun. Dalam hal pengusaha tersebut tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka KPP yang bersangkutan dapat menerbitkan keputusan pengukuhan secara jabatan.
       Catatan :
       di UU PPN sebelumnya, terdapat kaitan antara PKP yang menggunakan Norma Penghitungan 
       Penghasilan Neto (terminologi PPh) dengan hak menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak 
       Masukan (terminologi PPN). Di UU PPN yang baru kaitan ini ditiadakan.

b. Mengenai pengkreditan PM, di UU PPN terbaru dinyatakan bahwa pengkreditan PM boleh digunakan 
    oleh :
    • PKP yang nilai penyerahannya dalam 1 tahun tidak melebihi Rp. 1.800.000.000,-, yaitu dalam hal
      (PMK-74/PMK.03/2010) :
              Penyerahannya dominan JKP, deemed PM-nya dianggap 60% sehingga PPN efektifnya 
                 sebesar 10% x 40% = 4%.
              Penyerahannya dominan BKP, deemed PM-nya dianggap 70% sehingga PPN efektifnya   
                 sebesar 10% x 30% = 3%.
    • PKP yang bergerak dalam kegiatan usaha tertentu (PMK-79/PMK.03/2010) :
              Penjualan kendaraan bermotor bekas secara eceran, deemed PM-nya dianggap 90% 
                 sehingga PPN efektifnya sebesar 10% x 10% = 1%.
              Penjualan emas perhiasan secara eceran, deemed PM-nya dianggap 80% sehingga PPN 
                 efektifnya sebesar 10% x 20% = 2%.
     PE bisa termasuk dalam kategori pertama dan/atau kedua. Namun jika PE termasuk kategori kedua, 
     ia hanya boleh menggunakan tarif PPN efektif sesuai PMK-79 di atas.

c. Mengenai Faktur Pajak, dalam PP 143/2000 di pasal 19 jo PER-13/PJ./2010, PKP PE yang 
    menerbitkan Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli (nama, 
    alamat, NPWP) serta nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak tidak 
    dikenakan STP. Padahal semua informasi tersebut merupakan syarat formal Faktur Pajak 
    sebagaimana diatur di pasal 13(5) UU PPN.
    PER-13/PJ./2010 menyatakan bahwa sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, khusus untuk PKP
    Pedagang Eceran (PKP PE) diberikan kemudahan untuk menggunakan kode dan nomor seri khusus 
    sebagai pengganti Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak. Kode dan nomor seri khusus tersebut 
    ditentukan sendiri oleh PKP PE dapat berupa nomor invoice atau nomor struk penjualan, 
    sebagaimana yang saat ini telah dipergunakan.

Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT MASA PPN) :
Seluruh PKP Pedagang Eceran yang melakukan penyerahan BKP :
  1. Wajib mengisi SPT Masa PPN beserta lampirannya (formulir 1107) dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP PE dikukuhkan; dan
  2. Wajib membuat Faktur Pajak, memungut dan menyetor pajak yang terutang serta melaporkannya pada SPT Masa PPN.
  • Slip Cash Register atau Segi Cash Register yang dibuat dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak Sederhana.
  • Apabila harga jual BKP sudah termasuk PPN, Slip Cash Register atau Segi Cash Register wajib diberi keterangan “untuk BKP harga sudah termasuk PPN”.
  • Pencantuman alamat Pedagang Eceran pada Slip Cash Register atau Segi Cash Register dapat disingkat.

Tidak ada komentar:

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap s...