Jumat, 02 Maret 2018

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap semua data WP. Jadi semua laporan keuangan WP, rekonsiliasi fiskal, dan laporan fiskalnya di SPT hrs ditelaah (di-assess). Waskon dipersenjatai dengan bermacam2 aplikasi: SIDJP, approweb, MPN Info, agregat, jambreng, brewok, godeg, tonggos, dsb, namun agaknya inilah yg membuat waskon potensi 'terlena' atau 'manja'. Bahkan muncul istilah 'data konkret' di mana istilah ini didefinisikan scr sempit sbg data yg sudah ada di sistem DJP. Pdhal

BigPict1 - Lingkup pekerjaan seksi Pengawasan & Konsultasi

Lingkup pekerjaan waskon dlm konteks manajemen resiko sebgmn dijelaskan dlm Pedoman Initial Risk Assessment utk kepentingan kanwil LTO pd saat pendiriannya adalah, hrs dipetakan dulu 2 kategori utama resiko, yaitu new & emerging risk dan current & existing risk. Dua2nya adalah resiko, segala sstu yg bs membuat tujuan tdk tercapai.
Seiring berjalannya waktu dan adanya pemisahan fungsi waskon mjd pelayanan dan potensi, maka nampak pula terjadi spesialisasi dan penyempitan makna.
Waskon potensi lbh berspesialisasi pd current & existing dg nama GALPOT, dan walaupun seolah2 menjalankan antisipasi resiko new & emerging risk dg nama Pengawasan Pembayaran Masa namun ini pun tidak akan bisa mengetahui dinamika aktivitas WP. Anggap saja ini bentuk "pseudo" new & emerging risk. Sementara waskon pelayanan hanya sekedar menjalankan tugas klerikal menangani permohonan WP.
Waskon potensi walaupun sgt jelas nampak belum optimal dlm menggalpot, namun ruang yg tersedia utk perbaikan

Kamis, 22 Juni 2017

Aplikasi Sudut Pandang Artikulasi 4 - OCI ke-5 : Kewajiban Imbalan Pasca Kerja (3)


Cara termudah untuk memahami tabel dan perhitungan di atas adalah dengan membuat kalimat pengantar seperti contoh berikut : "dari 2014 ke 2015, kewajiban IPK meningkat dari 58,1M menjadi 61,6M alias naik 3,5M yang disebabkan adanya kenaikan biaya2 periode berjalan sebesar 9,7M, namun di saat bersamaan juga berkurang karena ada imbalan yang dibayarkan sebesar 2M dan laba komprehensif  sebesar 4,2M". Di periode ini biaya2 periode berjalan dan laba komprehensif sudah di-net menjadi Biaya2 Administrasi & Umum sebesar 5,5M.

Senin, 22 Mei 2017

Aplikasi Sudut Pandang Artikulasi 2

Di artikel Sudut Pandang Artikulasi 2 - Bidang Permainan, dicoba memetakan area penggalian potensi pajak di neraca. Area neraca yang kita fokuskan adalah area selain FPM - STRES/STPEPA dan FPM - OCI. Dari neraca, jelas masih ada peluang untuk mencari potensi berupa potensi pajak dari Dividen. Pada dasarnya untuk menikmati uang perusahaan, uang itu harus dikeluarkan entah dalam bentuk biaya atau dividen. Kalau biaya dan dividen terselubung sudah pasti lewat Lap RL, maka dividen normal dan dividen tersamar akan bisa dijumpai di neraca.


Mungkin itulah mengapa sering terjadi Laporan Arus Kas (LAK) tidak dibuat. LAK bisa dianggap sebagai bentuk murni Lap RL karena tidak ada yang namanya akrual. Di sisi lain LAK jauh lebih komprehensif dibanding Lap RL karena selain mengungkapkan arus kas dari operasi perusahaan, juga arus kas dari investasi maupun financing (pendanaan) perusahaan. Usaha2 untuk menutupi adanya dividen normal maupun tersamar yang keluar akan membuat LAK acakadut. Tidak nyambung dengan neraca dan Lap RL.

Contoh yang paling gampang : Buat time series dari data Akumulasi Laba Ditahan dan Laba Ditahan Tahun Berjalan. Jika ada saldo yang tidak carry forward, berkurang jumlahnya, membuktikan sudah ada sumberdaya yang keluar dari perusahaan dalam bentuk dividen. Tinggal dicek kepada siapa dividen ini diberikan, kepada pemegang saham Badan atau Orang Pribadi. Jika Badan, sepanjang kepemilikannya lebih dari 25% tidak dikenai PPh. Jika OP dikenai PPh Final sebesar 10%.

Contoh lain :
  1. Konversi Agio menjadi Setoran Modal. Agio berasal dari penjualan saham dalam portepel karena harganya melebihi nilai parinya. Berarti agio alias duit lebih ini merupakan milik entitas yang menjual saham. Jika pada suatu saat agio ini berkurang dengan jumlah yang sama dengan penambahan modal disetor, berarti uang lebih milik entitas tadi sudah diberikan kepada pemegang sahamnya sehingga setoran modalnya bisa bertambah. Transaksi ini sebenarnya adalah pembagian Dividen Saham kepada pemegang saham. Karena sumber dana dari dividen ini bukan dari Akumulasi Laba Ditahan, namun dari Agio, maka dividen ini dikenai PPh untuk Badan 15% dan untuk OP 10% Final. Sebagai catatan: jumlah pengurangan Agio tidak harus sama dengan jumlah penambahan Modal Disetor. Sepanjang ada setoran modal namun tidak dibarengi dengan adanya aliran kas, mengindikasikan sudah terjadi pembagian dividen saham.
  2. Kondisi di mana setoran modal masih dicatat sebagai piutang pada pemegang saham. Bahkan sampai beberapa waktu berjalan piutang ini tidak berubah. Salah satu kriteria adanya pembagian dividen adalah kepemilikan modal tanpa disertai dengan setoran kas.
  3. Kondisi di mana terjadi penghilangan aset. Misalnya Uang Muka Investasi yang dibatalkan. Secara logika, bagaimana mungkin aset perusahaan yang sejatinya adalah milik pemegang saham bisa hilang begitu saja? Kecuali tentunya aset tersebut memang diminta oleh pemegang saham untuk dikeluarkan dari perusahaan. Supaya neraca tetap seimbang, maka sisi ekuitas pun harus turun dengan jumlah yang sama. Perlu diteliti ada tidaknya aliran kas keluar. Jika ya, maka telah terjadi pembagian dividen. Tentu saja asal dividen ini bukan dari Cadangan Laba Ditahan.
  4. Kondisi di mana terjadi penjualan aset dan sekaligus distribusi dividen di tahun berjalan. Dalam kondisi perusahaan tidak memiliki Cadangan Laba Ditahan yang cukup, akan sangat nampak bahwa transaksi seperti ini mestinya tetap dikenai pajak. Karena terjadi secara simultan di tahun berjalan, hasil penjualan aset tersebut belum melewati tutup buku akhir periode pembukuan dan oleh karenanya belum menjadi Laba Ditahan.
  5. Kondisi di mana WP kesulitan menjelaskan penyebab penurunan pos Investasinya yang dicatat dengan metode ekuitas. Salah satu penyebab turunnya saldo pos Investasi dengan metode ekuitas adalah diterimanya penghasilan dividen. Dapat terjadi anak perusahaan yang membagikan dividen memiliki saldo Cadangan Laba Ditahan yang tidak cukup untuk membayar dividen, sehingga PPh harus dipotongkan dari situ. Sebaliknya, perlu diteliti apabila perusahaan membagikan penghasilan dividennya ini untuk parent company. Bagaimana kecukupan CLD-nya dan timing transaksinya, seperti di poin sebelumnya.
  6. Kondisi dimana perusahaan memberikan dividen fisik, misal sebuah perusahaan membeli sebidang tanah yang diatas namakan para pemegang sahamnya. Nilainya tentu saja melebihi share para pemegang saham. Aset ini tetap dikelola perusahaan dan tidak boleh diklaim oleh para pemegang saham tsb. Dari kacamata pajak, jelas bahwa para pemegang saham telah mendapat tambahan kemampuan ekonomis. Perlu diteliti sumber dana pembelian aset ini, dari CLD yang cukup atau dari hutang?
  7. Kondisi dimana terdapat konversi hutang pemegang saham menjadi modal disetor. Perlu diteliti pihak2 yang mendapatkan tambahan kemampuan ekonomis dari transaksi ini. Jika nilai hutang yang diconvert lebih kecil dibandingkan share yang diperoleh, maka atas selisihnya dianggap sebagai pembayaran bunga atau dividen. Jika nilai hutang lebih besar dibanding share yang diperoleh, berarti perusahaan sudah mendapat tambahan kemampuan ekonomis dari keuntungan karena pembebasan utang.




Sudut Pandang Artikulasi 4 - OCI

Tiba saatnya membahas item2 yang menjadi anggota FPM - OCI (Other Comprehensive Income). Untuk mempermudah, Comprehensive Income (CI) adalah sebuah pengukuran bercakupan luas yang meliputi semua perubahan di ekuitas kecuali yang berasal dari kontribusi (setoran/pengurangan modal) dan distribusi (dividen) pada pemegang saham. Jadi, CI merupakan jumlah dari Laba Bersih ditambah item2 OCI. OCI meliputi transaksi2 yang tidak termasuk dalam Laba Bersih, seperti :
  1. Aset tidak lancar tertentu yang dinilai berdasar fair value bukan historical cost (menurut IFRS). Fair value menurut definisinya adalah nilai arm's length yang digunakan antara dua pihak yang melakukan pertukaran. Di sini contoh yang paling mudah adalah Selisih Revaluasi Aktiva Tetap.
  2. Unrealized gain dan loss dari Surat Berharga yang Tersedia untuk Dijual (Available for Sale)
  3. Unrealized gain dan loss dari derivatif hedging arus kas (Cashflow Hedging Derivatives)
  4. Gain dan loss dari translasi selisih kurs (Foreign Currency Translation)
  5. Penyesuaian atas kewajiban pensiun minimum.

Karena perusahaan memiliki fleksibilitas untuk memasukkan atau tidak memasukkan beberapa transaksi dari Laba Bersih, maka sebelum diperbandingkan dengan perusahaan lain, harus terlebih dulu diteliti CI nya.
 
Yang sedikit unik, walaupun perusahaan bisa memilih untuk menyajikan OCI nya di Lap RL Komprehensif atau di Lap Perubahan Modal, namun pos2 OCI ini ditampilkan secara "bersih dari pajak" (net of tax). Nah, kalo ngomongin soal pajak, aturannya kan bilang net of tax, pajaknya sendiri gimana? Ya yang bagus sih pajaknya sudah dibayar duluan. Tapi apa iya? Sepertinya yang ada di Laporan2 Keuangan perusahaan (Wajib Pajak) itu kalau diminta menunjukkan bukti setoran PPh-nya kemungkinan ga pada bisa wong nyatanya belum pada bayar. Alasan lainnya toh orang pajak juga ga akan ngecek.


Alasan lain lagi OCI2 ini adalah sesuatu yang masih unrealized kok, belum terwujud. Biar fair, Wajib Pajak mestinya ingat definisi Penghasilan di UU PPh, yang menyatakan bahwa Penghasilan merupakan tambahan kemampuan ekonomis, yang diterima (cash basis) maupun diperoleh (accrual basis) dari sumber mana pun, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah harta. So, jika ada tamu datang walaupun boleh langsung masuk lewat pintu belakang, alas kaki tetap harus dilepas dulu.



Sudut Pandang Artikulasi 3 - STRES dan STPEPA

Tepat di artikel sebelum yang sekarang ini, disinggung tentang anggota Faktor Penyesuaian Modal di mana ada 2 kategori, yang pertama bersifat menunjukkan adanya tambahan/pengurangan setoran modal, dan yang kedua menunjukkan adanya gain/loss. Kategori terakhir ini disebut Other Comprehensive Income. Artikel ini hanya akan membahas kategori pertama di atas.


  1. Anggota pertama kategori ini bernama : STRES (Selisih Transaksi Restrukturisasi Entitas Sepengendali). Dari istilahnya sudah jelas terdapat kata2 Entitas Sepengendali. Penjelasannya sbb.: kebanyakan perusahaan di Indonesia adalah usaha keluarga (close companies) dengan ciri adanya kepemilikan mayoritas dan pengendalian oleh pihak yang sama. Kalau terjadi akuisisi atau merger antar perusahaan dengan karakter seperti itu, karena tidak ada perubahan kepemilikan secara substansial, maka restrukturisasi antar entitas sepengendali tersebut nampak seperti financial reengineering perusahaan saja. PSAK tentang Kombinasi Bisnis yang mengatur transaksi2 seperti ini menyatakan bahwa tidak ada laba/rugi dari transaksi tersebut walaupun nilai pasar dan nilai buku dari aktiva yang dialihkan berbeda. Contoh transaksi yang memunculkan STRES : dalam akuisisi antar entitas sepengendali, jika acquirer menjadi mayoritas (induk) dan membayar melebihi nilai wajar aset acquiree, maka kelebihan tersebut adalah Goodwill, dicatat sebagai aset dari induk. Di posisi anak, kelebihan tadi akan dicatat sebagai STRES, dan kalau ga salah sekarang harus dicatat sebagai Tambahan Modal Disetor. Jika transaksi ini bukan antar entitas sepengendali dicatat sebagai Agio di anak. Kebalikannya jika terjadi goodwill negatif, induk harus mencatatnya sebagai Gain, sementara anak sebagai Tambahan Modal Disetor minus atau Disagio.
  2. Anggota kedua bernama : STPEPA (Selisih Transaksi Perubahan Ekuitas Perusahaan Anak). Sederhananya begini. Dalam pencatatan kepemilikan saham antara 20-50%, digunakan metode Ekuitas. Metode ini mengcapture kondisi perusahaan anak secara proporsional dengan % kepemilikan yang langsung dicerminkan pada pos Investasi. Oleh karenanya pos ini akan selalu berubah2 untuk mencerminkan kondisi anak tadi. Namun demikian metode ekuitas tidak bisa meng-capture kondisi di mana anak memiliki FPM. Misalnya jika anak memiliki pos STRES atau OCI, sehingga diciptakanlah cara yang satu ini. 

Nah sekarang potensi apa yang bisa didapat jika dihadapkan dengan transaksi2 seperti di atas?
  1. Jika menghadapi STRES, tidak ada yang bisa dilakukan oleh kantor pajak secara langsung. Paling tidak harus meneliti alur peristiwa maupun substansi transaksinya. Misalnya dalam transaksi merger antar entitas sepengendali, adakah kompensasi rugi yang masih muncul? Sudah tepatkah pengkompensasiannya? Adakah perbedaan dasar pemajakan untuk pemegang saham tertentu di entitas lama dibandingkan dengan di entitas baru? Dan masih banyak pertanyaan lagi.
  2. Jika menghadapi STPEPA, harap diingat bahwa pajak menganut konsep separate entity di mana pos/akun STPEPA ini hanyalah merupakan angka accrue belaka. Satu2nya yang penting dalam metode ekuitas adalah mengenali adanya pembayaran dividen dari anak ke induk, dan ini tidaklah mudah. Walaupun terdapat aturan bahwa karena dianutnya konsep separate entity tadi, perusahaan harus meng-convert metode ekuitas/konsolidasi menjadi metode cost, namun hasil akhir yang diperoleh sangat mungkin jadi lebih membingungkan.
  3. Namun bisa terjadi bahwa entitas yang semula dalam satu pengendalian pada suatu saat dijual ke pihak lain. Di saat itu lah jika tadinya di ekuitas dari entitas yang dijual itu terdapat pos2 STRES dan STPEPA ini, maka pos2 tadi harus dilakukan pembalikan dan dimasukkan dalam laporan Rugi Laba. Sederhananya, jika tadinya ekuitasnya inflated karena adanya pos2 ini, saat dijual gelembung ini harus dikempeskan lagi, dan begitu pula kebalikannya.
         

Jumat, 19 Mei 2017

Sudut Pandang Artikulasi 2 - Bidang Permainan

Setelah di 2 artikel sebelumnya ngomongin soal tamu yang boleh langsung masuk lewat pintu belakang, sekarang sebelum membahas detil dari anggota gang FPM, akan dicoba menampilkan secara visual tentang anatomi dari ekuitas di neraca.



Mengapa harus pake visual? Alasan yang pertama, kognisi atau pemahaman mengenai satu konsep akan banyak terbantu dengan visual. Ingat kan kalau 1 gambar lebih bermakna daripada 1000 kata? Alasan kedua,
kalo ngomongin soal neraca gambar 100% mutlak membantu. Membicarakan dua sisi neraca ibarat melihat 2 sisi koin. Aliran dananya cuma satu, tapi dicatat menurut sumbernya (hutang atau ekuitas) dan wujudnya jadi apa (aktiva).



Nah jika kembali ke konsep artikulasi pendekatan Pendapatan-Beban di mana aturan main akuntansi pajak berada, maka sangat masuk akal jika seolah olah terdapat perbedaan alam antara apa-apa saja yang dilakukan Wajib Pajak dibandingkan orang-orang kantor pajak. WP menuangkan semua (jika jujur) semua sumberdaya dan hasil operasinya ke dalam Laporan Keuangan menurut aturan main pendekatan Aktiva-Hutang maupun konsep non-artikulasi, menyusun Rekonsiliasi Fiskal yang merupakan aturan main pendekatan Pendapatan-Beban untuk menghasilkan Penghasilan Kena Pajak (Taxable Income; kalau belum direkonsiliasi namanya Laba Sebelum Pajak/ Pretax Income), menghitung pajaknya, terus menyetor pajak yang terhitung tadi, dan melaporkannya di SPT. Hasil2 inilah yang masuk ke dalam database kantor pajak.

Rekonsiliasi fiskal menghasilkan Beda Waktu maupun Beda Tetap. Ini pun masih harus dituangkan dalam format Koreksi Positif dan Negatif di SPT. Dua hal ini saja sudah menyulitkan. Beberapa kali terjadi WP tidak bisa menuangkan/ merekonsiliasi 2 bentuk format ini ke dalam semacam tabel. Jika penelitian atas ini dilanjutkan, tidak mustahil bisa mengindikasikan sesuatu.

Jika data yang ada di kantor pajak seolah-olah hanyalah berasal dari sub cabang pendekatan Pendapatan-Beban, adalah suatu keniscayaan jika semua bentuk analisa bersifat membandingkan/ mengekualisasi. Sebagai contoh, ekualisasi omzet di Lap RL vs Pajak Keluaran menurut SPT PPN, kredit pajak vs bukti potong dari lawan transaksi, PPh Pasal 22 Impor vs PPN Impor, dsb. Yang lebih ekstrim lagi, jika WP sudah menyatakan diri tidak beroperasi sehingga Lap RL nya hanya berisi setrip semua, apa ya terus dilewati begitu saja?

Jika kita lihat gambar neraca di atas, maka nampak jelas bahwa masih ada peluang untuk mencari potensi. Potensi apa? Ya tentu saja potensi pajak. Salah satunya dari Dividen. Pada dasarnya untuk menikmati uang perusahaan, harus dikeluarkan entah dalam bentuk biaya atau dividen. Kalau biaya dan dividen terselubung sudah pasti lewat Lap RL, maka dividen dan dividen tersamar akan bisa dijumpai di neraca.

Dari area yang diwarnai dari gambar di atas, itulah area bermain aktivitas penggalian potensi ini. Luas kan lahannya? Di artikel terpisah, akan bisa ditemui beberapa contoh penerapan konsep ini. Dan perhatikan, lahan potensi seluas itu belum mencakup pos2 OCI!!!



Sudut Pandang Artikulasi 1 - FPM

Jika dalam artikel sebelumnya yang membahas masalah sudut pandang artikulasi vs non-artikulasi, inti perbedaannya adalah sesuatu yang bisa masuk neraca sebelumnya harus melalui laporan Rugi Laba vs boleh langsung masuk neraca di kelompok ekuitas. Sesuatu ini diistilahkan sebagai Faktor Penyesuaian Modal (FPM). FPM ini diibaratkan tamu yang boleh memasuki rumah melalui pintu belakang. Tentunya kita langsung terbersit pikiran, "loh kalau kaya gitu ceritanya, laporan Rugi Laba akan menjadi ga akurat lagi dong, ga bisa lagi menggambarkan kinerja keuangan secara lengkap?".
Pikiran seperti itu benar, karena konsep ini memang unik walaupun tidak seluruhnya baru. Bahkan setelah era di mana PSAK

Jumat, 12 Mei 2017

Sudut Pandang Artikulasi (Aktiva-Utang vs Pendapatan-Beban) vs Non Artikulasi (Faktor Penyesuaian Modal)

SALING HUBUNGAN ANTARA NERACA DENGAN LAPORAN LABA-RUGI

Sudut pandang terhadap saling hubungan antara Neraca dan Laporan Laba-Rugi, dan pendekatan yang digunakan di dalam mendefinisikan elemen-elemen laporan keuangan merupakan salah satu faktor yang menentukan pemilihan metode-metode akuntansi yang dapat dikatakan generally accepted pada masing-masing disiplin akuntansi (disiplin akuntansi keuangan dan disiplin akuntansi perpajakan).
Pada dasarnya, baik disiplin Akuntansi Keuangan maupun disiplin Akuntansi Perpajakan keduanya menggunakan sudut pandang yang sama menyangkut saling hubungan antara Neraca dengan Laporan Laba-Rugi, yaitu sudut pandang artikulasi. Dalam sudut pandang artikulasi, antara Neraca dan Laporan Laba-Rugi mempunyai hubungan matematis dengan laba atau rugi bersih sebagai (i) bottom line dari Laporan Laba-Rugi dan (ii) merupakan

BigPict2 - Penyempitan Makna dlm Tugas yg Diemban Seksi Waskon

Waskon potensi tugasnya ya menggali potensi. Per definisi Current & Existing Risk, aktivitas ini dilakukan secara menyeluruh terhadap s...